Friday, 11 September 2020

METODE P3S DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK)

Hama penggerek buah kakao atau sering disebut PBK merupakan salah satu hama kakao yang sering dijumpai dalam budidaya kakao. Hama ini menyerang buah dan menyebabkan turunnya kuantitas dan kualitas hasil hawsil, hamper semua wilayah penanaman kakao di Indonesia mengenal hama penggerek buah kakao. Nama Ilmiah hama ini adalah Comophomorpa cramerella
PHT (Pengendalian Hama Terpadu) adalah suatu cara pendekatan/cara berfikir/falsafah Pengendalian Hama yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yangbertanggungjawab (Untung, 1996).

Taktik PHT adalah :
- Pemanfaatan pengendalian alami setempat.
Menciptakan keadaan lingkungan yang memungkinkan tetap ber-fungsinya dan menjadi tempat yang tidak mendukung bagi OPT itu sendiri.
- Pengelolaan ekosistem dengan cara bercocok-tanam,
yaitu penggunaan varietas tahan hama, pergiliran (rotasi) tanaman varietas, sanitasi, masa tanam, tanaman perangkap, dan tindakan bercocok tanam lainnya
- Pengendalian hama dengan pestisida berdasarkan ambang ekonomi.

Metode P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan sanitasi) adalah metode PHT dengan menerapkan budidaya kakao yang baik, tujuan utama dari metode P3S adalah menciptakan kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk mendukung perkembangan hama PBK dan memutus siklus hidupnya.

Tahapan P3S adalah :
a. Panen sering
Dengan panen sering serentak dan teratur maka hama PBK dapat dikendalikan pada fase larva, karena hama PBK melatakka telurnya pada saat buah berumur 3-4 bulan, dan kebanyakan imago meletakkan telurnya pada umur 3-5 hari. Sementara umur telur sekitar 3-7 hari kemudian menetas langsung menggerek masuk kedalam buah, dan umur larva dalam buah sekitar 14-18 hari, jadi sebagian besar larva masih berada dalam buah pada saat buah dalam keadaan masak awal, maka larva PBK akan ikut terpanen

b.    Pemangkasan
Melakukan pemangkasan dengan pemotongan cabang atau ranting tanaman serta tanaman naungan agar tanaman kakao tidak terlalu rimbun, tanaman kakao yang terlalu rimbun mengakibatkan kondisi menjadi lembab yang disukai oleh hama PBK dalam berkembang, selain itu dengan pemangkasan diusahakan sinar matahari masuk ke tanaman kakao sekitar 60%. 
- Pemangkasan bentuk, cabang primer yang tumbuh (4-6 cabang) disisakan 3 cabang (dipilih yang tumbuhnya sehat, kuat, arah tumbuhnya simetris dan menuju keatas
- Pemangkasan pemeliharaan, cabang sekunder yang tumbuh terlalu dekat dengan jorket (jarak 40-60 cm) dibuang, cabang sekunder berikutnya diatur agar jaraknya tidak terlalu rapat satu sama lain. Pangkas ranting yang meninggi (> 3m). overlapping, sangat ternaung / menaungi, sakit, kering, menggantung, cabang balik, tunas ortotrop. Tinggi tanaman selalu dibatasi 3-4 m, frekuensi 3-4 kali pertahun, topping cabang primer, 100-150 cm dari jorket
- Pemangkasan produksi, mengurangi tajuk tanaman kakao yang terlalu rimbun. Cabang yang ujungnya masuk kedalam tajuk tanaman didekatnya dan diameter < 2,5 cm dipotong

c. Pemupukan.
Pemupukan tanaman kakao bertujuan untuk meningkatkan kesehatan tanaman dan ketahanan kulit buah dari hama PBK. Pemupukan dilakukan sesudah pemangkasan. Dengan buah yang banyak diharapkan terjadi penurunan intensitas serangan dan tingkat kerusakan biji akibat efek Pengenceran

d.       Sanitasi
sanitasi dilakukan dengan cara membenamkan kulit buah, plasenta, buah busuk dan semua sisa panen kedalam lubang pada hari panen lalu tutup dengan tanah hingga ketinggian 20 cm. tujuannya, untuk membunuh larva PBK., memutus perkembangan jamur penyebab busuk buah yang terdapat dikulit buah kakao. Pemendaman kulit buah diikuti dengan pemendekan tajuk dan panen sering terhadap buah masakdapat menekan kehilangan hasil


Pustaka :
https://www.republika.co.id/berita/nasional/intan/17/04/03/ontr1c280-teknologi-pengendalian-hama-terpadu-penggerek-buah-kakao
http://bali.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/info-teknologi/752-pengendalian-penggerek-buah-kakao-dengan-konsep-pht
Lusiaana Faradilla, 2018. Analisis P3S terhadap produktivitas dan pendapatan usaha tani kakao di Kab. Pinrang, Bantaeng dan Luwu Timur
http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YTIwZTM2ZDA2OTRlOWRlYTBiMDhmMDRlZGViZjdkNzk3MTA1MWQ0Mw==.pdf


Sumber Gambar : http://www.jenistanaman.com/teknik-dan-ilmu-cara-budidaya-tanaman-kakao/

Thursday, 20 August 2020

BUSUK BATANG JAGUNG & PENGENDALIANNYA

Gambar : Khoirul Anwar.   http://8villages.com

Curah hujan tinggi menyebabkan kondisi tanah menjadi lembab bisa mengundang cendawan, sehingga tanaman jagung rentan terserang penyakit akibat cendawan seperti busuk batang. Busuk batang pada jagung umumnya terjadi pada stadia generative, yaitu setelah fase pembungaan

PENYEBAB
Penyakit busuk batang jagung dapat disebabkan oleh delapan spesies/cendawan seperti Colletotrichum graminearum, Diplodia maydis, Gibberella zeae, Fusarium moniliforme, Macrophomina phaseolina, Pythium apanidermatum, Cephalosporium maydis, dan Cephalosporium acremonium. Di Sulawesi Selatan, penyebab penyakit busuk batang yang telah berhasil diisolasi adalah Diplodia sp., Fusarium sp. dan Macrophomina sp.
Cendawan patogen penyebab penyakit busuk batang memproduksi konidia pada permukaan tanaman inangnya. Konidia dapat disebarkan oleh angin, air hujan ataupun serangga. Pada waktu tidak ada tanaman, cendawan dapat bertahan pada sisa-sisa tanaman terinfeksi dalam fase hifa atau piknidia dan peritesia yang berisi spora. Pada kondisi lingkungan yang sesuai untuk perkembangannya, spora akan keluar dari piknidia atau peritesia. Spora pada permukaan tanaman jagung akan tumbuh lalu menginfeksi melalui akar ataupun pangkal batang. Infeksi awal dapat melalui luka atau membentuk sejenis apresoria, serta mampu masuk ke jaringan tanaman. Spora/konidia yang terbawa angin dapat menginfeksi ke tongkol jagung. Akibat lebih kanjut, biji terinfeksi jika ditanam dapat menyebabkan penyakit busuk batang.

GEJALA
Gambar : BPP Puncanglaban
Gejala umum dijumpai pada tanaman jagung yang terserang penyakit ini adalah pada bagian bawah batang jagung berwarna hijau kekuningan, kemudian warna menjadi coklat kekuningan. Ruas paling bawah empelurnya membusuk dan terlepas dari kulit luar batang, sehingga batang menjadi lembek.


PENGENDALIAN
- Menanam varietas tahan serangan penyakit busuk batang seperti BISI-1, BISI-4, BISI-5, Surya, Exp.9572, Exp. 9702, Exp. 9703, CPI-2, FPC 9923, Pioneer-8, Pioneer-10, Pioneer-12, Pioneer-13, Pioneer-14, Semar-9, Palakka, atau J1-C3.
- Melakukan pergiliran tanaman .
- Melakukan pemupukan secara berimbang, menghindari pemberian N (Nitrogen) yang terlalu tinggi dan K (Kalium) yang rendah rendah.
- Pembuatan drainase baik.
-  Pengaturan jarak tanam agar tidak terlalu rapat
- Pengendalian penyakit busuk batang (Fusarium) secara hayati dapat dilakukan dengan cendawan    antagonis Trichodermasp
-  Penyemprotan dengan fungisida berbahan aktif Mancozeb, Zidaseb
-  Melakukan Seed Treatment (perlakuan) benih jagung dengan fungisida berbahan aktif Mancozeb, Zidaseb sebelum tanam


 Sumber :
BPTP Aceh, 2015. Beberapa Penyakit Pada Tanaman Jagung Dan Pengendaliannya
http://nad.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/info-teknologi/722-beberapa-penyakit-pada-tanaman-jagung-dan-pengendaliannya

Wakman dan Burhanuddin: Pengelolaan Penyakit Prapanen Jagung. http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/11/satutujuh.pdf

PEMANFAATAN SISA PANEN JAGUNG SEBAGAI KOMPOS

Kompos atau bahan organic adalah hasil penguraian oleh mikroba melaui proses pelapukan. Pengomposan merupakan salah satu alternatif pengolahan limbah padat organik yang banyak tersedia disekitar kita. Pada tanaman jagung oleh petani umumnya yang diambil hanya buah jagung dalam bentuk biji, selebihnya batang, tongkol, kulit tongkol dan daun jagung dibiarkan menjadi sampah atau limbah. Batang dan tongkol jagung merupakan bahan yang susah terurai, sehingga dikalangan petani pada saat tiba menanam jagung adalah adalah membakar sisa – sisa panen tersebut.

Arinda Dwi Yonida, 2018. Mengatakan Limbah tanaman jagung biasanya berupa jerami, tongkol, dan klobot atau kulit jagung yang jumlahnya cukup banyak. Sebanyak 20-30% dari setiap 100 kg jagung yang dihasilkan adalah limbah jagung. Limbah ini belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut hasil penelitian 1 hektar tanaman jagung akan menghasilkan 9 ton dan diperkirakan 1,8-2,7 tonnya adalah limbah. Perlu adanya inovasi pemanfaatan limbah jagung ini agar menjadi produk yang lebih bermanfaat. 

Menurut Susilowati (2011), umumnya tanaman jagung mengandung kurang lebih 30% tongkol jagung sebagai limbah tidak bermanfaat yang merugikan lingkungan jika tidak ditangani dengan benar

Pemanfaatan sisa hasil panen jagung dalam bentuk kompos atau pupuk organic perlu digalakkan, mengingat fungsi pupuk organic itu sendiri yang sangat baik untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, terlebih sisa hasil panen jagung jika dibuat kompos mempunyai kandungan unsur hara yang sangat baik.

Bambang et.al dalam dalam Surtinah, 2013. Melaporkan hasil uji perbandingan hara pada kompos yang berasal dari jerami jagung dan jerami padi

Bahan
Kandungan unsur hara %
Nitrogen
Phosfat
Kalium
Jerami Jagung
0.67
1.05
1.18
Jerami Padi
0.75
0.12
0.69

PEMBUATAN KOMPOS DARI SISA PANEN JAGUNG
Bahan :
·      Siapkan batang  Jagung yang dicacah dan dibuat menjadi lebih kecil.
·      EM4 bisa digunakan untuk mempercepat proses pengomposan.
·      Siapkan dedak atau bekatul untuk memperkaya unsur kompos nantinya.
·      Siapkan kotoran hewan yang digunakan sebagai pengganti dedak, karena kadang dedak sulit didapatkan dan harganya sudah tidak ekonomis lagi.

Tahap Pembuatan :

1. Pencacahan

Batang jagung ( perlu dicacah dan dibuat menjadi lebih kecil untuk mempercepat proses pengomposan. Bila Anda melakukan hal ini, maka Anda bisa mendapatkan kompos dari batang jagung dalam waktu dua minggu. Namun jika Anda melewatkan proses yang satu ini, maka waktu pembuatannya tentu akan lebih lama lagi.
Cara tersebut adalah jika Anda mencacah batang jagung menjadi ukuran yang lebih kecil. Jika tidak, maka Anda perlu membuat sebuah lubang di tanah untuk proses pengomposan. Lubang dibutuhkan untuk pengomposan alami dengan bantuan mikroorganisme pada tanah.

2. Membuat lapisan / tumpukan

pertama membuat lapisan tumpukan batang jagung setinggi 20-25cm. Lalu, taburkan dedak atau kotoran hewan diatasnya. Kemudian buat lapisan-lapisan lain diatasnya sampai ketinggian batang jagung mencapai satu meter.
§  Buatlah  lapisan kedua dan seterusnya dengan ketinggian batang Jagung menjadi satu meter, kemudian EM4 yang sudah dioplos bisa diberikan disetiap lapisan batang Jagung tadi. Tetapi batang Jagung harus sudah dicacah menjadi lebih kecil. Tetapi jika batang Jagung tidak dilakukan pencacahan, maka perlu sebuah lubang di tanah untuk proses pengomposan. Meskipun cara pengomposan sama dan lebih lama, maka sebuah lubang akan dibutuhkan untuk pengomposan alami dengan bantuan mikroorganisme pada tanah, agar dapat mematangkan proses pengomposan dengan terpal atau plastik, karena proses pengomposan ini dikenal sebagai proses fermentasi. Sama halnya dengan yang dilakukan pada batang Jagung yang tidak dicacah, hanya bisa diganti dengan tanah. Hal ini lebih mengarah ke konservasi tanah, daripada membuat kompos yang bisa dimobilisasi. Meskipun hasilnya akan sama, yaitu sebuah kompos, hanya pemanfaatannya akan lain.
§  Untuk meratakan proses pengomposan, batang Jagung harus dibalik setiap minggu dan dalam waktu 4 minggu. Tetapi jika menggunakan EM4, proses pengomposan akan lebih cepat dengan waktu  2 minggu.
§  Proses pengomposan berhasil ditandai dari warna batang Jagung yang berubah menjadi coklat kehitaman, konturnya lebih rapuh, dan tidak berbau. Maka kompos sudah bisa digunakan, dengan diolah bersama saat pengolahan lading Jagung, atau bisa disimpan dalam karung, setelah dikeringkan terlebih dahulu. Biasanya bisa dijual ke petani atau toko pertanian. (berbagai sumber)
Proses pengomposan sisa panen jagung tersebut hingga kompos betul – betul matang membutuhkan waktu selama 1 bulan



Pustaka :
Surtinah, 2013. PENGUJIAN KANDUNGAN UNSUR HARA DALAM KOMPOS YANG BERASAL DARI SERASAH TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata) Jurnal Ilmiah Pertanian Vol. 11, No. 1. Agustus 2013

Arinda Dwi Yonida, 2018. Beberapa Cara Pemanfaatan Limbah Jagung agar Bernilai Ekonomi. Farming.ID.  https://farming.id/beberapa-cara-pemanfaatan-limbah-jagung-agar-bernilai-ekonomi/

Tuesday, 7 July 2020

ADAPTASI BUDIDAYA JAGUNG TERHADAP PERUBAHAN IKLIM


Tanaman jagung merupakan tanaman pangan pokok kedua di Indonesia setelah padi, peningkatan produktivitas jagung dilakukan melalui tehnik budidaya yang tepat. Perubahan iklim seperti Kemarau panjang menyebabkan tanaman kekeringan dan panjangnya periode hujan yang merendam sebagian area pertanaman adalah dampak dari perubahan iklim
Di musim hujan, kondisi tanah menjadi lembab dan bisa mengundang penyakit jamur akibat jamur / cendawan seperti bulai, busuk batang dan lain sebagainya. Tanaman jagung berbeda dengan komoditi padi sawah. Tanaman jagung membutuhkan curah hujan relative sedikit dibanding padi. Tanaman jagung akan tumbuh normal pada kisaran curah hujan sekitar 250 – 500 mm. lebih atau kurang pada angka tersebut akan menurunkan hasil jagung
pada musim hujan intensitas sinar matahari akan menjadi berkurang, padahal tanaman jagung membutuhkan sinar matahri langsung dan penuh sepanjang hari terutama untuk proses fotosintesis. Pada fotosintesis, sinar matahari berperan langsung pada proses pemasakan tanaman yang kemudian ditranslokasikan keseluruh bagian tanaman. Hasil fotosintesis akan disalurkan kecalon buah proses pengisian buahpun akan bertambah baik.
Untuk budidaya jagung peralihan musim adala melakukan tehnik budidaya jagung dengan menyesuaikan kondisi iklim melalui :
1). Penggunaan varietas toleran
Menghadapi musim kering / kemarau beberapa varietas jagung yang toleran terhadap kekeringan yang diproduksi oleh Balitsereal yaitu : Lamuru (komposit) umur 90 hari, dari perusahaan raksasa PT. DuPont P36 Bekisar umur 90 hari potensi hasil 13 MT/Ha, P27 Gajah,  Demikian pula dampak perubahan iklim adalah terjadinya hujan berkepanjangan yang berpotensi mengganggu pertumbuhan tanaman jagung. Jagung termasuk jenis tanaman yang tidak tahan genangan karena mengganggu proses aerasi dan respirasi tanaman. Beberapa galur dilaporkan mampu mengembangkan mekanisme untuk mengatasi cekaman/defisit oksigen di samping ada pula yang menjadi toleran/adaptif. Pada Tahun 2010 telah didapatkan 4 galur toleran genangan dengan potensi hasil 8-9 t/ha
2).  Penggunaan varietas genjah
Varietas jagung genjah seperti : Bima 7 (Hibrida) umur 89 hari potensi hasil 12 Ton/Ha, Bima 8 (Hibrida) umur 88 hari potensi hasil 11,7 Ton dan Gumarang (Komposit) umur 82 hari potensi hasil 8 Ton/Ha. Sedangkan umur super genjah ST201054 umur
3). Penggunaan varietas Tahan OPT 
Seperti diketahui bahwa curah hujan yang tinggi membuat lingkungan menjadi lembab, sehingga tanaman jagung rentan terserang penyakit akibat cendawan seperti bulai, busuk batang, karat daun dan sebagainya
Meningkatnya populasi OPT akibat perubahan iklim menuntut adanya varietas jagung yang adaptif terhadap perkembangan dinamika hama dan penyakit di lapangan. Penyakit Bulai misalnya, merupakan penyakit utama pada tanaman jagung yang apabila tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan kehilangan hasil. Beberapa varietas jagung yang tahan terhadap OPT adalah : Bima 3 Bantimurung (Hibrida) toleran penyakit bulai, Lagaligo (Komposit) Toleran terhadap penyakit bulai, G1-G2 toleran kumbang bubuk.
4). Pengelolaan Lahan dan cara tanam
a. Pembuatan Drainase
Pada musim hujan pembuatan drainase / parit ini bertujuan untuk membuang air sehingga tanaman tidak tergenang saat musim hujan, parit dibuat memanjang / garis lurus dengan jarak antar ruas sekitar 3 – 4 Meter
b. Pengaturan jarak tanam
Anjuran populasi tanaman jagung per Hektar adalah 66.000 – 75.000 untuk mencapai populasi anjuran maka yang dapat digunakan adalah 75 cm x 20 cm 1 biji per lubang atau 75 cm x 40 cm 2 biji per lubang untuk tanah-tanah subur atau tanaman di musim hujan, Pengaturan jarak tanam ini bertujuan agar tanaman tidak terlalu rapat sehingga tidak terlalu lembab yang dapat memicu munculnya penyakit akibat cendawan, selain itu, tanaman jagung mendapat sinar matahari yang cukup.  Sedangkan pada musim kemarau jarak tanam sedikit dipersempit yaitu 70 cm x 20 cm 1 biji per lubang atau 70 cm x 40 cm 2 biji per lubang ditujukan untuk tanah-tanah kurang subur atau tanaman di musim kemarau. Pada musim kemarau tanam 2 biji perlubang perlu dipertimbangkan karena memungkinkan perebutan unsur hara dan ketersediaan air
c. Pemangkasan daun daun tua
Pengaturan jumlah daun diharap akan meningkatkan efisien proses fotosintesis. Pada daun tua akan menurunkan proses fotosintesis dan meningkatkan kelembaban, sehingga berpotensi menyebabkan kompetisi . 
Daun daun tua yang dipangkas adalah daun yang telah tua yang berada dibawah tongkol buah atau dibawah pemukaan tanah.daun tersebut dianggap tidak lagi optimal dalam melakukan proses fotosintesis, selain itu agar pemanfaatan sinar matahari lebih efisien. Pemangkasan tersebut dilakukan pada saat persarian tanaman jagung. Tujuan pemangkasan in I adalah selain mengurangi tingkat kelembaban tanah, yang paling utama adalah agar distribusi asimilat dapat lebih terkonsentrasi kebagian toingkol, dan tidak terbagi ke bagian organ lain.


Pustaka :
Muhammad Et. Al (2013). Inovasi Teknologi Adaptasi Tanaman Jagung Terhadap Perubahan Iklim. Balisereal
https://www.academia.edu/10237128/INOVASI_TEKNOLOGI_ADAPTASI_TANAMAN_JAGUNG_TERHADAP_PERUBAHAN_IKLIM
Anonim, 2015. Pengaruh Waktu Pemangkasan Daun Jagung Terhadap Produktivitas
http://gogreenpertanian.blogspot.com/2015/09/pengaruh-waktu-pemangkasan-daun-jagung.html

Friday, 5 June 2020

PANEN & PASCA PANEN KAKAO


PANEN
Kakao dipanen bila terjadi perubahan warna kulit pada buah telah matang.  Sejak fase pembuahan sampai buah matang, kakao memerlukan waktu sekitar 5 bulan. Buah kakao matang dicirikan oleh perubahan warna kulit buah dan biji yang lepas dari kulit bagian dalam. Bila buah diguncang, biji biasanya berbunyi. .

PASCA PANEN
1.      Sortasi buah
Sortasi buah penting terutama jika buah ditimbun bebarapa hari sebelum dikupas. buah yang terserang hama penyakit ditimbun ditempat terpisah dan segera dikupas kulitnya
2.      Pemeraman atau penyimpanan buah
Pemeraman bertujuan  mengurangi Pulpa. Pemeraman dilakukan dengan menimbun buah kakao 5 – 12 hari tergantung tingkat kemasakan buah.
3.      pemecahan buah
Alat yang digunakan sebaiknya tumpul seperti kayu. Empelur yang melekat pada biji dibuang, Biji yang sakit dan sehat dipisahkan. Kemudian biji yang sehat siap untuk difermentasi
4.      Fermentasi
Fermentasi dimaksudkan membentuk cita rasa khas cokelat, mengurangi rasa pahit dan sepat yang ada dalam biji kakao sehingga menghasilkan biji dengan mutu dan aroma yang baik, serta warna coklat cerah dan bersih.

Beberapa yang harus diperhatikan dalam proses fermentasi adalah :
a.    Berat biji yang difermentasi minimal 40 Kg
b.    Pengadukan / pembalikan dilakukan 48 jam proses fermentasi
c.    Lama fermentasi optimal 4–5 hari. Fermentasi yg singkat (kurang dan 3 hari) menghasilkan biji “slaty” berwarrna ungu agak keabu-abuan & bertekstur pejal. Sedang kalau terlalu lama (lebih dan 5 hari) bijinya akan rapuh & berbau atau berjamur
d.    Sarana fermentasi yang ideal adalah menggunakan kotak kayu berlubang–lubang. Skala kecil (40 Kg biji) diperlukan kotak ukuran panjang dan lebar 40 Cm dan tinggi 50 Cm. kotak dibuat dua susun secara terpisah (satu diatas dan satu disamping bawah)
e.    Dapat juga digunakan keranjang bambu. Tinggi tumpukan biji minimal 40 Cm agar dapat tercapai suhu fermentasi 45 – 490C.

Cara melakukan fermentasi dengan menggunakan kotak kayu adalah :
·           Masukkan biji kakao ke peti pertama (tingkat atas) setinggi 40 Cm, lalu
§   permukaannya ditutupi karung goni atau daun pisang.
§   Setelah 48 jam (2 hari), biji kakao dibalik dengan cara dipindahkan kepeti kedua sambil diaduk
§   4-5 hari, biji kakao dikeluarkan dari peti fermentasi dan siap untuk proses selanjutnya

Cara fermentasi dengan menggunakan keranjang bambu  adalah :
~     Masukkan biji kakao keranjang bambu (minimal 40 Kg) dan dialas daun pisang, kemudian bagian atas dialas daun pisang
~     Hari ke tiga dilakukan pembalikan biji dengan cara diaduk
~     Setelah 4-5 hari, biji kakao dikeluarkan dari keranjang

5.      Perendaman dan pencucian :
a.   Perendaman & pencucian biji bukan merupakan cara baku, namun dilakukan atas dasar permintaan pasar
b.   Pencucian ditujukan untuk mengurangi kadar kulit, mempercepat proses pengeringan, memperbaiki penampakan biji (namun agak rapuh)
c.   Biji direndam 1 – 3 jam, kemudian dilakukan pencucian ringan secara manual dan mekanis
d.   Biji kakao yang diperam 7 – 12 hari tidak perlu dicuci karena kadar kulitnya sudah rendah.

6.      Pengeringan biji :
Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air menjadi 70% sehingga aman disimpan.
Pengeringan dilakukan dengan penjemuran dan mekanis.


a.     Cara penjemuran :
-      Dilakukan diatas para-para atau lantai jemur, saat cuaca cerah lama penyinaran 7-8 jam/hari, untuk mencapai kadar air maksimal 7% penjemuran 7 – 9 hari
-      Setiap 1-2 jam dilakukan pembalikan tebal lapisan kakao 3-5 Cm (2-3 lapis atau 8-10 Kg biji basah per M2)
b.    Cara mekanis :
-      Dengan menggunakan alat pengering dengan cara pemanasan tidak langsung untuk menghindari kontaminasi asap
-      Dengan pengaturan suhu 55 - 600C, diperlukan waktu 40-50 jam untuk mencapai kadar air biji maksimal 7%.

8.      Sortasi biji kering
Sortasi dilakukan menggunakan ayakan atau mesin memisahkan kakao berdasarkan ukuran. Sesuai SNI biji kakao No. 01 -2323-2002, biji kakao dikelompokkan dalam 5 ukuran yaitu :
§  Mutu AA         : Jumlah biji maksmum 85/100 gr
§  Mutu A           : Jumlah biji 86 - 100/100 gr
§  Mutu B           : Jumlah biji 101 - 110/100 gr
§  Mutu C           : Jumlah biji 111 - 120/100 gr
§  Mutu S           : Lebih besar & 120 biji/100 gr

9.      Pengemasan biji dan penyimpanan
Biji kakao dikemas dalam karung dan diberi label yang menunjukkan nama komoditi, jenis mutu dan identitas produsen. Selanjutnya biji disimpan dalam gudang yang bersih dan kelembaban tidak melebihi 75%.
Tumpukan maksimun biji kakao adalah 6 karung, tumpukan karung disangga dengan palet dari papan – papan kayu setinggi 8-10 Cm, jarak dari dinding 15-20 Cm, jarak tumpukan karung dari flapon minimum 10 cm



Referensi :
Pedoman Teknis pembangunan kebun kakao. Ditjen Perkebunan 2007. PDF
Standar Prosedur Operasional Penanganan Pasca Panen Kakao. Ditjen pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian 2006. PDF