Tuesday 14 August 2018

TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT BLAS PADA PADI

Penyakit blas yang disebabkan oleh jamur Pyricularia grisea. Awalnya penyakit ini berkembang di pertanaman padi gogo, tetapi kini menyebar di lahan sawah irigasi.
Jamur P. grisea dapat menginfeksi pada semua fase pertumbuhan tanaman padi mulai dari persemaian sampai menjelang panen. Jamur P. grisea mempunyai banyak ras, yang mudah berubah dan membentuk ras baru dengan cepat. Penyakit blas lebih menyukai kondisi periode embun yang panjang. Faktor lain yang mendukung perkembangan penyakit blas adalah pemakaian pupuk nitrogen yang berlebihan, tanah dalam kondisi aerobik dan stres kekeringan.

JENIS BLAS BERDASARKAN FASE TUMBUH PADI :
a. Blas Daun
Penyakit blas menginfeksi tanaman padi pada fase vegetatif dan generatif. Pada fase vegetatif, P. grisea menginfeksi daun disebut blas daun (“leaf blast”). Gejalanya, berupa bercak-bercak berbentuk seperti belah ketupat dengan ujung runcing. Pusat bercak berwarna kelabu atau keputih-putihan dan biasanya mempunyai tepi coklat atau coklat kemerahan.
b. Blas Leher
Pada fase generatif, P. grisea menginfeksi leher malai yang disebut blas leher (“neck blast”). Akibatnya, ujung tangkai malai menjadi busuk, mudah patah dan gabah hampa. Berdasarkan gejala ini, penyakit blas pada fase generatif lebih dikenal dengan nama potong leher atau busuk atau penyakit busuk pangkal malai. Penyakit blas pada fase generatif (potong leher) lebih merugikan daripada blas daun (fase vegetatif)

PENGENDALIAN BLAS
1. Penggunaan Benih Sehat
Pengendalian penyakit blas akan efektif bila dilaksanakan sedini mungkin, karena penyakit blas dapat ditularkan melalui benih dan bisa dilakukan melalui :. Perlakuan benih dengan fungisida sistemik seperti pyroquilon (5-10 g/kg benih). Perendaman Benih (soaking) dalam larutan fungisida selama 24 jam dan selama periode ini larutan diaduk selama merata setiap 6 jam. Perbandingan berat benih dan volume air adalah 1 : 2 (1 kg benih : 2 liter air). Benih yang telah direndam dianginkan. Pada padi sawah perendaman dalam larutan fungisida dilakukan sebelum pemeraman.. Pelapisan Benih (coating Cara ini lebih efektif dari pada cara pertama dan lebih cocok untuk lahan kering (gogo). Benih dibasahi dengan cara merendam beberapa jam kemudian ditiriskan sampai air tidak menetes lagi. Fungisida yang digunakan dengan dosis tertentu dicampur dengan 1 kg benih basah dan dikocok sampai merata, benih dikeringanginkan dengan cara yang sama seperti metode sebelumnya dan selanjutnya siap tanam.
2. Pengaturan jarak tanam
Jarak tanam yang rapat akan mempermudah terjadinya infeksi dan penularan dari satu tanaman ke tanaman yang lain. Untuk itu dianjurkan jarak tanam dengan jajar legowo, yang. akan mengurangi kelembaban disekitar kanopi pertanaman, mengurangi terjadinya embun dan air gutasi dan gesekan daun antar tanaman sebagai media penularan pathogen
3. Pemupukan Nitrogen dan Kalsium secara tepat
Pupuk nitrogen berkorelasi positif dengan keparahan penyakit blas. Artinya pertanaman yang dipupuk nitrogen dengan dosis tinggi menyebabkan tanaman menjadi lebih rentan dan keparahan penyakit lebih tinggi. Sebaliknya dengan pupuk kalium menyebabkan tanaman menjadi lebih tahan terhadap penyakit blas
4. Penanaman Varietas Tahan.
Usaha pengendalian penyakit blas salah satu yang efektif adalah dengan penggunaan varietas padi yang tahan seperti Inpari 34 Salin Agritan, Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Inpago 4, Inpago 5, Inpago 6, Inpago7, Inpago 8, Inpago 10, Limboto, Way Rarem, dan Jatiluhur.
5. Penyemprotan dengan fungisida
Efektif penggunaan fungisida untuk pengobatan benih hanya bertahan 6 minggu dan selanjutnya perlu dilakukan penyemprotan tanaman (Santoso dan Nasution dalam Sudir Et.Al 2014). Hasil percobaan yang telah dilaksanakan pada beberapa musim menunjukkan beberapa fungisida yang efektif terhadap P. oryzae, antara lain Benomyl 50 WP, Mancozeb 80%, Carbendazim 50%, Isoprotiolan 40%, dan difenoconazol 25% (Sudir et al. 2014). Untuk menekan populasi blas sebelum menyerang leher, perlu dilakukan penyemprotan fungisida minimum 2 kali yaitu pada saat anakan maksimum dan awal berbunga
6. Penanganan jerami
Jamur P.grisea penyebab blas dapat bertahan pada sisa-sisa tanaman padi/ jerami dan biji dari pertanaman padi sebelumnya, sehingga sumber hidup inokulum selalu tersedia dari musim ke musim. pembenaman jerami dibenam dalam tanah sebagai kompos, akan membuat miselia dan spora mati karena naiknya suhu selama proses dekomposisi. Jerami mengandung Unsur hara silika yang dibutuhkan oleh padi, fungsi silica adalah meningkatkan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit termasuk penyakit blast. pemanfaatan jerami padi atau sekam padi melalui proses pengomposan jerami, pemberian silika dapat menurunkan serangan blast
7. Pergiliran varietas
Karna Patogen P. grisea mampu membentuk ras baru yang banyak dan mudah beradaptasi, maka sangat dianjurkan untuk tidak menanam 1 varietas padi secara berulang – ulang.


Acuan :
Sudir et.al, 2014. Penyakit Blas Dan Strategi Pengendalian, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=394831&val=6422&title=Penyakit%20Blas%20Pyricularia%20grisea%20pada%20Tanaman%20Padi%20dan%20Strategi%20Pengendaliannya
Santoso dan A. Nasution. 2008. Pengendalian penyakit blas dan penyakit cendawan lainnya

Monday 13 August 2018

PENGENDALIAN HAMA TIKUS

Salah satu jenis hama yang kerap menimbulkan kerugian dalam usaha budidaya padi adalah tikus. Gangguan dimulai sejak dari persemaian hingga pada hasil pertaniaan yang sudah di simpan didalam gudang, perkembangan hama tikus sangat cepat 1 pasang tikus dapat menjadi ± 2.000 ekor dalam setahun. Hama tikus Perkembangbiakannya mulai terjadi saat primordia dan terus berlangsung pada fase generatif. Dengan perkembangannya yang pesat, maka dibutuhkan pengendalian melalui :

a.   Tanam serempak dan panen serempak
Tanam serempak dalam satu hamparan, diusahakan selisih waktu tanam dan panen tidak lebih dari 2 minggu, hal tersebut bertujuan untuk membatasi ketersediaan pakan padi pada fase generatif, sehingga tidak terjadi perkembang biakan tikus secara terus menerus. Agar waktu panen bersamaan, maka penggunaan varietas padi sebaiknya umur seragam
b. Pengaturan jarak tanam
Jarak tanam yang terlalu rapat menyebabkan lingkungan rimbun dan gelap menjadi kondisi yang disukai hama tikus. Penggunaan metode legowo sangat dianjurkan karena membuat pertanaman padi menjadi terbuka dan tidak terlalu rimbun, sehingga kurang disukai hama tikus.
c.   Meminimalisasi ukuran pematang
Pematang yang sempit akan mempersempit ruang gerak hama tikus dan akan mengurangi untuk membuat liang, sebaliknya pada pematang yang lebar akan member kesempatan / ruang bagi hama tikus untuk berkembang. Untuk itu sangat dianjurkan memperkecil ukuran pematang untuk mengendalikan hama tikus.
d. Sanitasi lingkungan
Pematang yang sempit akan mempersempit ruang gerak hama tikus dan akan mengurangi untuk membuat liang, sebaliknya pada pematang yang lebar akan member kesempatan / ruang bagi hama tikus untuk berkembang. Untuk itu sangat dianjurkan memperkecil ukuran pematang sebagai upaya untuk mengendalikan hama tikus.
d. Goproyokan
Goproyokan lebih efektif jika dilakukan secara berkelompok dan massal melalui :
-   Penggenangan lahan,
Penggenangan lahan bertujuan agar liang – liang yang aktif, terendam sehingga anak anak tikus yang ada didalamnya mati tenggelam.
-   Pembongkaran liang tikus.
Dilakukan dengan membongkar liang tikus, menangkap dan mematikannya dengan menggunakan bantuan anjing dan kucing
-   Pemasangan perangkap.
Bambu dapat digunakan sebagai perangkap,, sesuai dengan sifat tikus yang suka bersembunyi, maka tikus akan masuk dalam perangkap
-   Fumigasi dan pemasangan umpan beracun
Fumigasi dilakukan pada saat stadia keluar malai dan pemasakan, karena pada saat itu tikus sedang lebih banyak tinggal didalam lubang. Penggunaan umpan racun efektif dilakukan pada saat awal tanam atau bera

e.  Trap Barrier System (TBS)
Yaitu metode pengendalian hama dengan tanaman perangkap diterapkan terutama di daerah endemik tikus dengan pola tanam serempak. TBS berukuran 20 x 20 m dapat mengamankan tanaman padi seluas 15 hektar. TBS terdiri atas :
Tanaman perangkap untuk menarik kedatangan tikus, yaitu petak padi seluas 20 x 20 m yang ditanam 3 minggu lebih awal. Pagar plastik untuk mengarahkan hama tikus agar masuk perangkap, berupa plastik/terpal setinggi 70-80cm, ditegakkan ajir bambu setiap 1m dan ujung bawahnya terendam air. Bubu perangkap untuk menangkap hama tikus yang dipasang pada setiap sisi TBS. Bubu perangkap terbuat dari ram kawat berukuran 20 x 20 x 40 cm
f.   Linear Trap Barrier System (LTBS)
LTBS berupa bentangan pagar plastik/terpal setinggi 60-70 cm, ditegakkan dengan ajir bambu setiap jarak 1 m, dilengkapi bubu perangkap setiap jarak 20 m dengan pintu masuk tikus berselang-seling arah. LTBS dipasang di daerah perbatasan habitat tikus atau pada saat ada migrasi tikus. Pemasangan dipindahkan setelah tidak ada lagi tangkapan tikus atau sekurang-kurangnya di pasang selama 3 malam.
g.  Pemanfaatan musuh alami
Pemanfaatan musuh alami dengan menjaga kelestarian musuh alami seperti : burung hantu, burung elang dan lain lai

Anonim, 2016. Metode Pengendalian HAMA TIKUS Sawah. https://mitalom.com/metode-pengendalian-hama-tikus-sawah/
Sinar Tani, 2011. Pengendalian Hama Tikus Terpadu Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLI
Dinas Pertanian DIY, 2018. Penngendalian hama tikus. http://distan.jogjaprov.go.id/pengendalian-hama-tikus/