Friday 11 September 2020

METODE P3S DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK)

Hama penggerek buah kakao atau sering disebut PBK merupakan salah satu hama kakao yang sering dijumpai dalam budidaya kakao. Hama ini menyerang buah dan menyebabkan turunnya kuantitas dan kualitas hasil hawsil, hamper semua wilayah penanaman kakao di Indonesia mengenal hama penggerek buah kakao. Nama Ilmiah hama ini adalah Comophomorpa cramerella
PHT (Pengendalian Hama Terpadu) adalah suatu cara pendekatan/cara berfikir/falsafah Pengendalian Hama yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yangbertanggungjawab (Untung, 1996).

Taktik PHT adalah :
- Pemanfaatan pengendalian alami setempat.
Menciptakan keadaan lingkungan yang memungkinkan tetap ber-fungsinya dan menjadi tempat yang tidak mendukung bagi OPT itu sendiri.
- Pengelolaan ekosistem dengan cara bercocok-tanam,
yaitu penggunaan varietas tahan hama, pergiliran (rotasi) tanaman varietas, sanitasi, masa tanam, tanaman perangkap, dan tindakan bercocok tanam lainnya
- Pengendalian hama dengan pestisida berdasarkan ambang ekonomi.

Metode P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan sanitasi) adalah metode PHT dengan menerapkan budidaya kakao yang baik, tujuan utama dari metode P3S adalah menciptakan kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk mendukung perkembangan hama PBK dan memutus siklus hidupnya.

Tahapan P3S adalah :
a. Panen sering
Dengan panen sering serentak dan teratur maka hama PBK dapat dikendalikan pada fase larva, karena hama PBK melatakka telurnya pada saat buah berumur 3-4 bulan, dan kebanyakan imago meletakkan telurnya pada umur 3-5 hari. Sementara umur telur sekitar 3-7 hari kemudian menetas langsung menggerek masuk kedalam buah, dan umur larva dalam buah sekitar 14-18 hari, jadi sebagian besar larva masih berada dalam buah pada saat buah dalam keadaan masak awal, maka larva PBK akan ikut terpanen

b.    Pemangkasan
Melakukan pemangkasan dengan pemotongan cabang atau ranting tanaman serta tanaman naungan agar tanaman kakao tidak terlalu rimbun, tanaman kakao yang terlalu rimbun mengakibatkan kondisi menjadi lembab yang disukai oleh hama PBK dalam berkembang, selain itu dengan pemangkasan diusahakan sinar matahari masuk ke tanaman kakao sekitar 60%. 
- Pemangkasan bentuk, cabang primer yang tumbuh (4-6 cabang) disisakan 3 cabang (dipilih yang tumbuhnya sehat, kuat, arah tumbuhnya simetris dan menuju keatas
- Pemangkasan pemeliharaan, cabang sekunder yang tumbuh terlalu dekat dengan jorket (jarak 40-60 cm) dibuang, cabang sekunder berikutnya diatur agar jaraknya tidak terlalu rapat satu sama lain. Pangkas ranting yang meninggi (> 3m). overlapping, sangat ternaung / menaungi, sakit, kering, menggantung, cabang balik, tunas ortotrop. Tinggi tanaman selalu dibatasi 3-4 m, frekuensi 3-4 kali pertahun, topping cabang primer, 100-150 cm dari jorket
- Pemangkasan produksi, mengurangi tajuk tanaman kakao yang terlalu rimbun. Cabang yang ujungnya masuk kedalam tajuk tanaman didekatnya dan diameter < 2,5 cm dipotong

c. Pemupukan.
Pemupukan tanaman kakao bertujuan untuk meningkatkan kesehatan tanaman dan ketahanan kulit buah dari hama PBK. Pemupukan dilakukan sesudah pemangkasan. Dengan buah yang banyak diharapkan terjadi penurunan intensitas serangan dan tingkat kerusakan biji akibat efek Pengenceran

d.       Sanitasi
sanitasi dilakukan dengan cara membenamkan kulit buah, plasenta, buah busuk dan semua sisa panen kedalam lubang pada hari panen lalu tutup dengan tanah hingga ketinggian 20 cm. tujuannya, untuk membunuh larva PBK., memutus perkembangan jamur penyebab busuk buah yang terdapat dikulit buah kakao. Pemendaman kulit buah diikuti dengan pemendekan tajuk dan panen sering terhadap buah masakdapat menekan kehilangan hasil


Pustaka :
https://www.republika.co.id/berita/nasional/intan/17/04/03/ontr1c280-teknologi-pengendalian-hama-terpadu-penggerek-buah-kakao
http://bali.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/info-teknologi/752-pengendalian-penggerek-buah-kakao-dengan-konsep-pht
Lusiaana Faradilla, 2018. Analisis P3S terhadap produktivitas dan pendapatan usaha tani kakao di Kab. Pinrang, Bantaeng dan Luwu Timur
http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YTIwZTM2ZDA2OTRlOWRlYTBiMDhmMDRlZGViZjdkNzk3MTA1MWQ0Mw==.pdf


Sumber Gambar : http://www.jenistanaman.com/teknik-dan-ilmu-cara-budidaya-tanaman-kakao/

Thursday 20 August 2020

BUSUK BATANG JAGUNG & PENGENDALIANNYA

Gambar : Khoirul Anwar.   http://8villages.com

Curah hujan tinggi menyebabkan kondisi tanah menjadi lembab bisa mengundang cendawan, sehingga tanaman jagung rentan terserang penyakit akibat cendawan seperti busuk batang. Busuk batang pada jagung umumnya terjadi pada stadia generative, yaitu setelah fase pembungaan

PENYEBAB
Penyakit busuk batang jagung dapat disebabkan oleh delapan spesies/cendawan seperti Colletotrichum graminearum, Diplodia maydis, Gibberella zeae, Fusarium moniliforme, Macrophomina phaseolina, Pythium apanidermatum, Cephalosporium maydis, dan Cephalosporium acremonium. Di Sulawesi Selatan, penyebab penyakit busuk batang yang telah berhasil diisolasi adalah Diplodia sp., Fusarium sp. dan Macrophomina sp.
Cendawan patogen penyebab penyakit busuk batang memproduksi konidia pada permukaan tanaman inangnya. Konidia dapat disebarkan oleh angin, air hujan ataupun serangga. Pada waktu tidak ada tanaman, cendawan dapat bertahan pada sisa-sisa tanaman terinfeksi dalam fase hifa atau piknidia dan peritesia yang berisi spora. Pada kondisi lingkungan yang sesuai untuk perkembangannya, spora akan keluar dari piknidia atau peritesia. Spora pada permukaan tanaman jagung akan tumbuh lalu menginfeksi melalui akar ataupun pangkal batang. Infeksi awal dapat melalui luka atau membentuk sejenis apresoria, serta mampu masuk ke jaringan tanaman. Spora/konidia yang terbawa angin dapat menginfeksi ke tongkol jagung. Akibat lebih kanjut, biji terinfeksi jika ditanam dapat menyebabkan penyakit busuk batang.

GEJALA
Gambar : BPP Puncanglaban
Gejala umum dijumpai pada tanaman jagung yang terserang penyakit ini adalah pada bagian bawah batang jagung berwarna hijau kekuningan, kemudian warna menjadi coklat kekuningan. Ruas paling bawah empelurnya membusuk dan terlepas dari kulit luar batang, sehingga batang menjadi lembek.


PENGENDALIAN
- Menanam varietas tahan serangan penyakit busuk batang seperti BISI-1, BISI-4, BISI-5, Surya, Exp.9572, Exp. 9702, Exp. 9703, CPI-2, FPC 9923, Pioneer-8, Pioneer-10, Pioneer-12, Pioneer-13, Pioneer-14, Semar-9, Palakka, atau J1-C3.
- Melakukan pergiliran tanaman .
- Melakukan pemupukan secara berimbang, menghindari pemberian N (Nitrogen) yang terlalu tinggi dan K (Kalium) yang rendah rendah.
- Pembuatan drainase baik.
-  Pengaturan jarak tanam agar tidak terlalu rapat
- Pengendalian penyakit busuk batang (Fusarium) secara hayati dapat dilakukan dengan cendawan    antagonis Trichodermasp
-  Penyemprotan dengan fungisida berbahan aktif Mancozeb, Zidaseb
-  Melakukan Seed Treatment (perlakuan) benih jagung dengan fungisida berbahan aktif Mancozeb, Zidaseb sebelum tanam


 Sumber :
BPTP Aceh, 2015. Beberapa Penyakit Pada Tanaman Jagung Dan Pengendaliannya
http://nad.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/info-teknologi/722-beberapa-penyakit-pada-tanaman-jagung-dan-pengendaliannya

Wakman dan Burhanuddin: Pengelolaan Penyakit Prapanen Jagung. http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/11/satutujuh.pdf

PEMANFAATAN SISA PANEN JAGUNG SEBAGAI KOMPOS

Kompos atau bahan organic adalah hasil penguraian oleh mikroba melaui proses pelapukan. Pengomposan merupakan salah satu alternatif pengolahan limbah padat organik yang banyak tersedia disekitar kita. Pada tanaman jagung oleh petani umumnya yang diambil hanya buah jagung dalam bentuk biji, selebihnya batang, tongkol, kulit tongkol dan daun jagung dibiarkan menjadi sampah atau limbah. Batang dan tongkol jagung merupakan bahan yang susah terurai, sehingga dikalangan petani pada saat tiba menanam jagung adalah adalah membakar sisa – sisa panen tersebut.

Arinda Dwi Yonida, 2018. Mengatakan Limbah tanaman jagung biasanya berupa jerami, tongkol, dan klobot atau kulit jagung yang jumlahnya cukup banyak. Sebanyak 20-30% dari setiap 100 kg jagung yang dihasilkan adalah limbah jagung. Limbah ini belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut hasil penelitian 1 hektar tanaman jagung akan menghasilkan 9 ton dan diperkirakan 1,8-2,7 tonnya adalah limbah. Perlu adanya inovasi pemanfaatan limbah jagung ini agar menjadi produk yang lebih bermanfaat. 

Menurut Susilowati (2011), umumnya tanaman jagung mengandung kurang lebih 30% tongkol jagung sebagai limbah tidak bermanfaat yang merugikan lingkungan jika tidak ditangani dengan benar

Pemanfaatan sisa hasil panen jagung dalam bentuk kompos atau pupuk organic perlu digalakkan, mengingat fungsi pupuk organic itu sendiri yang sangat baik untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, terlebih sisa hasil panen jagung jika dibuat kompos mempunyai kandungan unsur hara yang sangat baik.

Bambang et.al dalam dalam Surtinah, 2013. Melaporkan hasil uji perbandingan hara pada kompos yang berasal dari jerami jagung dan jerami padi

Bahan
Kandungan unsur hara %
Nitrogen
Phosfat
Kalium
Jerami Jagung
0.67
1.05
1.18
Jerami Padi
0.75
0.12
0.69

PEMBUATAN KOMPOS DARI SISA PANEN JAGUNG
Bahan :
·      Siapkan batang  Jagung yang dicacah dan dibuat menjadi lebih kecil.
·      EM4 bisa digunakan untuk mempercepat proses pengomposan.
·      Siapkan dedak atau bekatul untuk memperkaya unsur kompos nantinya.
·      Siapkan kotoran hewan yang digunakan sebagai pengganti dedak, karena kadang dedak sulit didapatkan dan harganya sudah tidak ekonomis lagi.

Tahap Pembuatan :

1. Pencacahan

Batang jagung ( perlu dicacah dan dibuat menjadi lebih kecil untuk mempercepat proses pengomposan. Bila Anda melakukan hal ini, maka Anda bisa mendapatkan kompos dari batang jagung dalam waktu dua minggu. Namun jika Anda melewatkan proses yang satu ini, maka waktu pembuatannya tentu akan lebih lama lagi.
Cara tersebut adalah jika Anda mencacah batang jagung menjadi ukuran yang lebih kecil. Jika tidak, maka Anda perlu membuat sebuah lubang di tanah untuk proses pengomposan. Lubang dibutuhkan untuk pengomposan alami dengan bantuan mikroorganisme pada tanah.

2. Membuat lapisan / tumpukan

pertama membuat lapisan tumpukan batang jagung setinggi 20-25cm. Lalu, taburkan dedak atau kotoran hewan diatasnya. Kemudian buat lapisan-lapisan lain diatasnya sampai ketinggian batang jagung mencapai satu meter.
§  Buatlah  lapisan kedua dan seterusnya dengan ketinggian batang Jagung menjadi satu meter, kemudian EM4 yang sudah dioplos bisa diberikan disetiap lapisan batang Jagung tadi. Tetapi batang Jagung harus sudah dicacah menjadi lebih kecil. Tetapi jika batang Jagung tidak dilakukan pencacahan, maka perlu sebuah lubang di tanah untuk proses pengomposan. Meskipun cara pengomposan sama dan lebih lama, maka sebuah lubang akan dibutuhkan untuk pengomposan alami dengan bantuan mikroorganisme pada tanah, agar dapat mematangkan proses pengomposan dengan terpal atau plastik, karena proses pengomposan ini dikenal sebagai proses fermentasi. Sama halnya dengan yang dilakukan pada batang Jagung yang tidak dicacah, hanya bisa diganti dengan tanah. Hal ini lebih mengarah ke konservasi tanah, daripada membuat kompos yang bisa dimobilisasi. Meskipun hasilnya akan sama, yaitu sebuah kompos, hanya pemanfaatannya akan lain.
§  Untuk meratakan proses pengomposan, batang Jagung harus dibalik setiap minggu dan dalam waktu 4 minggu. Tetapi jika menggunakan EM4, proses pengomposan akan lebih cepat dengan waktu  2 minggu.
§  Proses pengomposan berhasil ditandai dari warna batang Jagung yang berubah menjadi coklat kehitaman, konturnya lebih rapuh, dan tidak berbau. Maka kompos sudah bisa digunakan, dengan diolah bersama saat pengolahan lading Jagung, atau bisa disimpan dalam karung, setelah dikeringkan terlebih dahulu. Biasanya bisa dijual ke petani atau toko pertanian. (berbagai sumber)
Proses pengomposan sisa panen jagung tersebut hingga kompos betul – betul matang membutuhkan waktu selama 1 bulan



Pustaka :
Surtinah, 2013. PENGUJIAN KANDUNGAN UNSUR HARA DALAM KOMPOS YANG BERASAL DARI SERASAH TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata) Jurnal Ilmiah Pertanian Vol. 11, No. 1. Agustus 2013

Arinda Dwi Yonida, 2018. Beberapa Cara Pemanfaatan Limbah Jagung agar Bernilai Ekonomi. Farming.ID.  https://farming.id/beberapa-cara-pemanfaatan-limbah-jagung-agar-bernilai-ekonomi/